Selasa, 24 Februari 2015

cantik..


Alam diciptakan indah oleh Tuhan, sama seperti wanita juga demikian. Mereka indah, indah karena senyumnya, indah karena kecerdasannya, indah karena karakternya, indah karena kelembutannya, indah karena manjanya, indah karena semua wanita adalah cantik. Mereka selalu punya cerita yang terkadang tak sampai dimengerti logika, terkadang juga keberanian mereka melawan akal sehat. Dan perasaan mereka rapuh dikalanya, kuat ketika masanya... 

Inilah wanita - wanita cantik yang menemani saya selama perjalanan di Bromo, senang sekali berpetualang dengan mereka, penuh canda pengusir segala penat

Ini temen dari ospek kuliah sampai sekarang, hahaha..

Kawasan Bromo menyuguhkan banyak pemandangan alam yang keren abis buat yang punya hobi foto-foto.
Nobi sama Mba Septi

tertawa dan alam akan menyambutnya




ngapain hayoo???


aku lupa nama kamu siapa, tapi kamu yang paling kocak, hahaha,,,




terbang yang tinggi teman-teman,,,, :D



sampai jumpa lagi Bromo yang indah,,,,,, :D

next postingan Gili Labak,, tunggu yaaaa...... :D

Take a Picture, Take a Moment






Tujuan Kedua ke kawah Bromo, dari parkiran jeep kita bisa naik Kuda dengan biaya sewa Rp 50.000 lumayan bagi yang mau menghemat tenaga untuk naik tangga ke kawah 

untuk sampai di Kawah kita harus melewati lembah dan gundukan-gundukan tanah yang terbentuk disekitar kawah (sepertinay bekas jalan lahar)

tangga menuju kawah Bromo

Bukit Teletubis

girls always be narsis

Beautiful Bromo

Setelah turun dari Ijen, alhamdulliah masih diberi kesempatan untuk melihat alam lagi. Kali ini saya berkesempatan untuk mendatangi Bromo. Kali ini meeting point nya di Malang langsung. Saya bertemu teman yang sudah satu hari sebelumnya berada di Kota Malang. Kami bernagkat dari Kota Malam pukul 01.30 pagi, sampai di Paltuding Bromo sekitar pukul 02.30. Udara dingin langsung merasuk ke dalam tulang ketika saya turun dari mobil. Susana di paltuding sudah ramai dengan orang-orang yang akan melanjutkan perjalanan ke atas. Beruntung naik gunung Bromo tidak sesulit naik gunung lainnya, kenapa bisa begitu? karena naik untuk sampai ke penanjakan kita bisa diantar dengan menggunakan jeep atau ojek, setelah itu kita hanya tinggal naik tangga untuk sampai di spot - spot menarik untuk melihat pemandangan alam Bromo.

Sesampainya kami di Paltunding, kendaraan yang kami tumpangi harus berganti menggunakan ojek atau jeep. Karena kami ada berlima, maka kami memutuskan untuk naik jeep. Biaya sewa jeep kami Rp 525.000,- sudah termasuk mengantarkan kami ke penanjakan untuk melihat sunrise, kawah Bromo dan bukit teletubis. Pukul 03.00 kami diantar menuju penanjakan untuk melihat matahari terbit. Sampai di penanjakan, ternyata sudah banyak mobil jeep parkir, terpaksa jeep yang kami tumpangi parkir agak belakangan. Perjalanan dari parkiran jeep sampai ke tangga penanjakan ada jasa ojek bagi yang ingin mneghemat tenaga hanya untuk naik tangga. Demi menghemat biaya dan mencari kehangatan dengan keringat, kami tetap berjalan kaki,hehe.. Dan ternyata itu tidak cukup untuk mengusir hawa dingin. Tidak lama setelah menaiki tangga, sekitar jam 04.00 kami sampai di spot melihat matahari terbit dan sudah banyak orang berjejal berdiri menacari spot terbaik untuk sekedar melihat atau mengabadikan momen matahari terbit dari ufuk timur Bromo. Hawa dingin masih tetap saja tidak mau pergi, meskipun kami sudah berdiri berjejal, tangan sudah mulai terasa kaku ketika sarung tangan saya lepas sebentar agar bisa memegang kamera.

menunggu sunrise dan dingin menyergap


Matahari sudah dataang,,,

Tapi dingin masih saja tak mau pulang

Hai pagii Bromo



Dari penanjakan kita bisa melihat Gunung Bromo dan Semeru


BROMO disiram Matahari pagi

Selasa, 17 Februari 2015

Go..Go..Go.. (Part III - End)

Dan waktu menunjukkan pukul 17.00 WIB waktunya bagi saya dan teman-teman rombongan melanjutkan ke tujuan utama kami. Gunung Ijen. sekitar pukul 20.00 WIB kami sampai ke paltuding Gunung Ijen. Rencananya kami akan memulai pendakian pukul 01.00 pagi, normalnya butuh waktu 2 sampai 3 jam untuk bisa sampai di puncak atau di Kawah Ijen dengan jarak tempuh sekitar 3 Km dari paltuding. Harapannya sih kalau naiknya jam 1 pagi bisa liat blue fire dan danau kawah yang nge hits banget itu :D. Tapi apa daya, ketika kami sampai di paltuding ada informasi dari petugas kalau pendakian Gunung Ijen ditutup sampai ada peringatan aman. Kenapa??? karena beberapa hari sebelum kami datang, Gunung Ijen sempat "batuk-batuk" alhasil asap belerang di Puncak sangat pekat, bahkan ketika kami datang bau belerang lumayan tercium. Ditambah dengan cuaca hujan membuat asap belerangnya semakin pekat dan menyebar.

Sembari menunggu boleh naik gunung, saya gunakan waktu untuk tidur. Cuaca hujan dan dingin terasa sekali di tulang, secara kami tidur di pos beralaskan karpet dan sleeping bad untuk selimut, hehe. Dan, lewat jam 1 pagi pintu pendakian belum juga dibuka. Artinya blue fire sudah tidak mungkin bisa dilihat. Blue fire hanya bisa dilihat ketika langit masih gelap dan matahari belum muncul. Sekitar pukul 03,30 pendakian sudah dibuka, kami pun bersiap untuk mendaki dan masker wajib dipakai karena asap belerang.

Inilah pertarungan antara saya dan batas kemampuan saya. Mendaki gunung untuk pertama kalinya, bersama teman-teman yang baru kenal dan tidak ada persiapan apapun sebelumnya.  Benar saja, baru beberapa tanjakan nafas saya sudah terputus-putus. hahaha... malu sekali dengan rombongan karena hampir satu kali tanjakan saya harus berhenti mengatur nafas. hahaha.. lebih malu lagi saat melihat serombongan eyang-eyang yang masih semangat naik gunung. :D

Go..go..go.. untungnya teman-teman yang memang sudah biasa naik gunung sabar menunggu saya, hahaa,, memang sudah tidak bisa lagi sih mengejar blue fire. Setengah perjalanan memang yang terberat bagi saya yang awam ini. Tanjakannya lumayan membuat saya bungkuk, dan baru terasa berat sekali membawa lemak kemana-kemana, hehe,, Setelah separo perjalanan ada tempat istirahat namanya Pos Bunder. Disini kita bisa sejenak meluruskan kaki, ada warung juga bagi yang ingin mengisi perut. Kami naik pukul 04.00 dari paltuding dan sampai di Pos Bunder ini sekitar pukul 06.00 artinya saya butuh wkatu 2 jam untuk setengah perjalanan, haha,, sebagian teman yang lain sudah lebih dulu naik keatas. Tak apa, saya sadar diri lambat jadi dibelakang saja :D tinggal dua tanjakan berat yang harus dilalui kemudian jalannya relatif landai. Walaupun berar, tapi sepanjang perjalanan memang indah. Setelah menempung setengah perjalanan berat, saya menemukan obat lelah yang memukau. 


Setelah setengah jalan yang berat, semua terbayar lunas dengan pemandangan alam yang indah,,

banyak pendaki yang mengabadikan momen alam ini dengan kameranya

Nice, ini baru ditengah perjalanan, apalagi diatas - tapi foto ini diambil pas turunnya- hehe

Mayoritas penduduk lokal bekerja sebagai penambang belerang yang diambil dari kawah ijen. . Mereka setiap hari harus memikul puluhan kilo belerang untuk dijual ke pengepul, dalam satu hari para pekerja ini bisa sampai dua kali naik turun gunung membawa belerang. Pekerjaan ini adalah salah satu pekerjaan dengan resiko tinggi, selain karena tanpa pengamanan keselamatan saat menambang belerang, mereka juga harus menghirup asap belerang yang muncul dari kawah secara langsung dan terus menerus. Ironisnya harga belerang yang mereka bawa ini hanya bernilai sekitar Rp 700 - Rp 800 rupiah saja. Sedangkan rata-rata sekali mereka bawa seberat 90kg. Kalikan saja berapa jumlahnya, apakah jumlahnya sepadan dengan resiko pekerjaan mereka? Apakah akan menjamin kesejahteraan mereka dan keluarganya jika dibanding dengan yang disana- saya rasa tidak!!

Sayangnya, sudah hampir di puncak kami tidak bisa melanjutkan perjalanan atau sekedar melihat kawah Ijen, karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan. Asap belerang sudah sangat pekat, selain menganggu pernapasan juga mengganggu penglihatan kami. Akhirnya demi alasan keselamatan bersama kami memutuskan turun dan berharap masih punya kesempatan untuk menyambangi Gunung Ijen dan melihat Blue fire. Katanya waktu terbaik mengunjungi Ijen adalah saat musim kemarau, sekitar bulan April sampai Juli, saat itulah alam Ijen bersahabat dengan para pencinta alam dan menyuguhkan sejuta pesona blue fire dan sekitarnya. Dan kami pun turun dari Ijen dengan janji dalam hati akan kembali lagi.

Naik gunung tanpa persiapan adalah salah, itu hal pertama yang saya dapatkan. Naik gunung bukan hanya masalah fisik, tapi juga mental. Bagaimana saya harus memotivasi diri sendiri bahwa saya bisa, dan saya mampu. Tidak ada yang tidak mungkin jika kita mau dan berusaha, meskipun harus sering beristirahat dan mengambil nafas, tapi setidaknya saya tidak berhenti ditengah jalan dan kembali. Tak apa ini adalah yang pertama bagi saya, lain kali harus naik gunung lagi. haha.. 



Aliran sungai dari Kawah Ijen, tidak jauh dari lereng Gunung Ijen. Saat turun melewati jalur Bondowoso sempatkan untuk menengok ke arah kanan jalan, Anda akan menemui Air terjun yang warna airnya hijau, tanda kalau airnya mengandung belerang dari Kawah Ijen :D


dan, kami pun kembali ke Surabaya, memulai rutinas lagi dengan semangat baru setelah dua hari yang menyenangkan :D

Banyuwangi keren!!!!!!!!!


Go..Go..Go,, (Part II)

Dan, setelah puas berfoto ria di Baluran, tidak jauh dari Savana Bekol ada Pantai Bama yang tenang,, Entah karena memang sudah sore atau pantai ini memang belum terlalu terjamah oleh orang. Yang pasti sewaktu saya kesana Pantai ini sepi..
Ohya, banyak monyet disini. Ibu Monyet yang sedang mengendong anaknya. Manis sekali ya,,

Airnya jernih dan tenang. Langitnya sedikit mendung, yang terbaik disini kalau duduk berdua dengan "doi" kyaaa menyenangkan,, hahahaa... #harapanpalsuabaikan

Tuh kaan, dia sendirian sediih,, :(

lihaat,, berdua lebih baik kaaan?? hahahaha akhirnyaa tidak sendiri juga :D ikut berbahagia,,

Senin, 16 Februari 2015

Go..Go..Go... (part 1)

Tidak ada pernah ada kata terlambat untuk memulai hal baru. Walaupun memang lama sekali terbangun dari rasa malas. Akhir bulan Januari 2015 kemarin, saya tidak sengaja ikut sebuah open trip mendaki gunung Ijen. Tidak ada bayangan dan pengalaman sama sekali, salah seorang senior di kantor merencakan merayakan ulang tahunnya dengan meniup "blue fire" kawah Ijen tergiur dengan harga paket wisata yang murah, saya akhirnya memutuskan untuk bergabung dalam open trip ini. Trip yang ditawarkan adalah baluran dan pendakian di Gunung Ijen. Satu minggu sebelum pendakian dalam hati sudah menyiapkan diri untuk pemanasan alias lari pagi agar tubuh rasanya tidak terlalu kaget saat mendaki gunung. Maklum saja selain ini adalah pengalaman pertama, saya tergolong orang yang malas berolah raga, nyaris tidak pernah. Tapi apa daya niat dalam hati hanya menjadi niatan indah tanpa terlaksana. Sampai di hari H-1 pendakian saya tidak menyempatkan diri untuk berolah raga, bukan karena sombong tapi memang karena malas sekali, hahaa. Bad news nya adalah saat H-1 rencana pendakian Ijen batal. Pak Bos mau datang ke kantor pas weekend, dan itu jujur sangat menyebalkan. Masih tidak percaya dengan apa yang akan terjadi, akhirnya memutuskan untuk melobi senior agar tetap bisa ke Ijen, entah bagaimana pun caranya!!! Hahaha, ternyata tidak ada salahnya mencoba, dapat juga ijin tetep pergi ke Ijen, walaupun sayangnya senior yang menjadi motor jalan-jalan ini pada akhirnya harus berkorban demi kita yang akan memulai petualangan pertama naik gunung. Ya, dia tetap bersama pak bos. hehe...

Daan,, hari Sabtu, 31 Januari 2015 itu pun datang. Pagi jam 07.00 meeting poin di terminal Bungurasih aka Purabaya Surabaya. Saya akhirnya berangkat bersama dua teman lain yang sama-sama tidak ada pengalaman naik gunung dan jarang olah raga. 30 menit kemudian rombongan sudah lengkap dan kita pun berangkat menuju Banyuwangi menggunakan shuttle bus. Untungnya isinya agak longgar jadi kaki bisa diselonjorkan kemana aja, haha.. Perjalanan dimulai, dari Surabaya menuju Banyuwangi, kami melewati beberapa daerah yang saya ingat kami melewati Gempol, Bangil, Pasuruan, Paiton, Probolinggo, Situbondo dan beberapa daerah lain yang saya tak ingat, hehe..

Sekitar pukul 14.00 kami sampai di Taman Nasional Baluran. Katanya, saat terbaik datang ke Taman Nasional Baluran adalah saat musim kemarau, dimana hamparan savana yang terbentang bewarna cokelat kering, matahari terik dan sekumpulan rusa dan kerbau yang mencari makan. Tapi, menurut saya tak perlu menunggu musim kemarau untuk menikmati Taman Nasional Baluran, karena walaupun musim hujan dan rumput masih segar bewarna hijau pun pemandangannya mampu menyejukkan mata. Melepaskan diri sejenak dari rutinitas Kota dengan melihat luasan karya Tuhan yang begitu hijau, merasakan semilir angin dan paku bumi yang begitu kokoh sudah mampu menghipnotis saya untuk tidka kembali ke Surabaya.

Tengkorak Kepala Kerbau yang dikeringkan
Saya kurang paham maksud dari kenapa kepala Kerbau ini dikeringkan. Mungkin ini diambil dari kerbau-kerbau mati sebagai tanda kalau di Taman nasional ini memang eksis sekali kerbau-kerbaunya, hehe..



Taman Nasional Baluran, Savana Bekol

Kan, tidak perlu  menunggu musim kemarau untuk datang. Dan hebatnya lagi rusa disini sudah pandai sekali untuk mengantri. Mereka berlari dengan tertaur menuju hutan, ketiaka kawanan di depannya berhenti yang belakang pun seoalah mengerti tanda dan ikut berhenti. tidak berebut masuk, tidak ribut saling mendahului.





Destinasi berikutnya ke Pantai Bama dan Pendakian Kawah Ijen,,, tunggu postingan berikutnya yaa.... :D

Selasa, 16 Desember 2014

Rindu Yang Selalu Terbawa Pulang

Stasiun Tugu Yogyakarta
Minggu, 15 Desember 2014, kereta mulai merambat meninggalkan stasiun, perlahan menyusuri rel meninggalkan kota Yogyakarta (Jogja) menuju timur. Damai aku menatap pemandangan luar yang masih menyisakan pinggiran Kota Jogja. Seperti aku selalu merasakan hal yang sama ketika datang dan harus pergi dari Jogja. Semacam perasaan sedih dan harus kembali lagi ke sini – Jogja-. Seakan waktu itu tak akan pernah cukup untuk melepas kangen Jogja.

Dua hari yang menyenangkan bisa kembali ke Jogja setelah terasa lama sekali tidak menginjakkan kaki di almamater tercinta dan Kota Jogja. Sekitar dua tahun lalu aku lulus kuliah dan meninggalkan Jogja, Empat tahun mengemban ilmu di kota pelajar, mengajarkan aku banyak hal berharga mulai dari ilmu akademik, organisasi, persahabatan, kesederhanaan, dan pastinya cara "menikmati" suka duka masa perantauan. Hari itu, Sabtu, 14 Desember 2014 organisasi tempat aku bernaung semasa kuliah mengadakan temu alumni "Tak Pulang Maka Tak Sayang" begitu kira-kira bunyi tagline undangan yang dikirimkan. Aku sayang maka aku harus pulang. Dan, semua itu terbayar lunas ketika bertemu teman-teman, suasana kampus dan Jogja. Sangat me-recharge energi positif di dalam jiwa.

Kampusku tidak berubah banyak, masih menawarkan kesan akademik hanya dengan wajah idealisme kerakyatannya yang kini mulai tergerus wajah kapitalisme. Atau Kota Jogja pun sebenarnya demikan juga. Pembangunan disana-sini, macet dan mobil menyesakki jalan, kini pun banyak bermunculan tempat-tempat yang memanjakan budaya konsumtif. Ah, mungkin itu adalah konsekuensi zaman. Seperti kita yang tidak bisa tetap berdiam di satu titik kehidupan. Toh, di beberapa sudut masih tetap sama, menawarkan kesederhanaan Jogja. Beringharjo masih tetap ramai.


Pantai di Wonosari bersama Karabe Ceria :D

Kita memang tidak boleh terjebak dalam nostalgia masa lalu apalagi kembali kesana. Tapi kita tidak bisa mengabaikan yang lalu karena itu adalah bagian dari yang membentuk kita hari ini. Ketika kita sudah jalan kedepan pun kita tak boleh mencela tempat lama kita, hanya karena kita yang sekarang punya cara pandang berbeda. Karena dari tempat itulah kita menemukan perbedaan dengan sekarang. Jogja masih tetap istimewa bagaimana pun perkembangannya. Saat hujan turun,adalah saat romantis berada di Jogja, setiap tetesan air dari langit mengingatkan kita untuk selalu bersyukur dengan yang ada. Jogja dengan kearifan lokal dan orang-orang cerdas membuat berada ditengah-tengah mereka menjadi lebih hidup. Teman - teman yang membuat nyaman, kampus yang sangat terhormat, organisasi yang luar biasa dan kehidupan yang manis. Jogja terima kasih untuk empat tahun yang berharga itu. Semoga bisa kembali hidup ditanahmu...