Selasa, 16 Desember 2014

Rindu Yang Selalu Terbawa Pulang

Stasiun Tugu Yogyakarta
Minggu, 15 Desember 2014, kereta mulai merambat meninggalkan stasiun, perlahan menyusuri rel meninggalkan kota Yogyakarta (Jogja) menuju timur. Damai aku menatap pemandangan luar yang masih menyisakan pinggiran Kota Jogja. Seperti aku selalu merasakan hal yang sama ketika datang dan harus pergi dari Jogja. Semacam perasaan sedih dan harus kembali lagi ke sini – Jogja-. Seakan waktu itu tak akan pernah cukup untuk melepas kangen Jogja.

Dua hari yang menyenangkan bisa kembali ke Jogja setelah terasa lama sekali tidak menginjakkan kaki di almamater tercinta dan Kota Jogja. Sekitar dua tahun lalu aku lulus kuliah dan meninggalkan Jogja, Empat tahun mengemban ilmu di kota pelajar, mengajarkan aku banyak hal berharga mulai dari ilmu akademik, organisasi, persahabatan, kesederhanaan, dan pastinya cara "menikmati" suka duka masa perantauan. Hari itu, Sabtu, 14 Desember 2014 organisasi tempat aku bernaung semasa kuliah mengadakan temu alumni "Tak Pulang Maka Tak Sayang" begitu kira-kira bunyi tagline undangan yang dikirimkan. Aku sayang maka aku harus pulang. Dan, semua itu terbayar lunas ketika bertemu teman-teman, suasana kampus dan Jogja. Sangat me-recharge energi positif di dalam jiwa.

Kampusku tidak berubah banyak, masih menawarkan kesan akademik hanya dengan wajah idealisme kerakyatannya yang kini mulai tergerus wajah kapitalisme. Atau Kota Jogja pun sebenarnya demikan juga. Pembangunan disana-sini, macet dan mobil menyesakki jalan, kini pun banyak bermunculan tempat-tempat yang memanjakan budaya konsumtif. Ah, mungkin itu adalah konsekuensi zaman. Seperti kita yang tidak bisa tetap berdiam di satu titik kehidupan. Toh, di beberapa sudut masih tetap sama, menawarkan kesederhanaan Jogja. Beringharjo masih tetap ramai.


Pantai di Wonosari bersama Karabe Ceria :D

Kita memang tidak boleh terjebak dalam nostalgia masa lalu apalagi kembali kesana. Tapi kita tidak bisa mengabaikan yang lalu karena itu adalah bagian dari yang membentuk kita hari ini. Ketika kita sudah jalan kedepan pun kita tak boleh mencela tempat lama kita, hanya karena kita yang sekarang punya cara pandang berbeda. Karena dari tempat itulah kita menemukan perbedaan dengan sekarang. Jogja masih tetap istimewa bagaimana pun perkembangannya. Saat hujan turun,adalah saat romantis berada di Jogja, setiap tetesan air dari langit mengingatkan kita untuk selalu bersyukur dengan yang ada. Jogja dengan kearifan lokal dan orang-orang cerdas membuat berada ditengah-tengah mereka menjadi lebih hidup. Teman - teman yang membuat nyaman, kampus yang sangat terhormat, organisasi yang luar biasa dan kehidupan yang manis. Jogja terima kasih untuk empat tahun yang berharga itu. Semoga bisa kembali hidup ditanahmu...

Kamis, 13 November 2014

Subjek Yang Tidak Boleh Menjadi Objek

Pendidikan adalah untuk memanusiakan manusia. Seorang yang terdidik dengan benar mampu menempatkan dirinya ditengah-tengah masyarakat dengan baik. Beruntung manusia zaman sekarang ini tidak punya banyak batasan sebanyak zaman dulu untuk bisa mengenyam bangku pendidikan. Bahkan, pendidikan diatur dalam konstitusi menjadi suatu hak rakyat dan kewajiban bagi negara untuk tidak sekedar menyelenggarakan tapi juga memberikan kepada rakyat, tanpa kecuali. Namun, jika fakta yang terjadi belum seperti itu kita harap ini hanya masalah waktu saja.

Memberikan pendidikan yang baik, bukanlah perkara mudah. Mendidik sama sekali berbeda dengan mengajar. Mengajar hanyalah masalah menyampaikan ilmu dan selesai, sedangkan mendidik berarti pendidik punya keterikatan moral kepada anak didik. Guru sebelum menjadi pendidik adalah sebuah profesi, yang artinya dia wajib taat dengan kebijakan yang dibuat oleh tempat dimana ia bekerja. Dalam hal ini kebijakan bagaimana profesi guru dituntut untuk menjadi pendidik adalah dengan panduan kurikulum. Kurikulum tentunya selain berisi sebuah metode, cara, proses atau teknis mendidik juga punya suatu tujuan. Tapi, apa yang harus diwujudkan dari semua tujuan itu? tidak lain dan tidak bukan adalah murid, yang secara sederhana pencapaian itu disebut murid pandai. Maka bisa jadi salah sebuah kurikulum itu jika menempatkan murid adalah sekedar sebagai objek dari tujuan itu.

Yang terbaru dan menjadi perdebatan hangan akhir-akhir ini adalah mengenai kurikulum 2013 yang menuai banyak pro dan kontra. Saya pun kurang memahami apa yang dimuat dalam kurikulum itu, hanya mendengar dari banyak media massa bahwa ada banyak penolakan terkait penerapan kurikulum itu. Sampai, hari Rabu kemarin saya mendapat pesan dari kakak saya yang ingin menanyakan jawaban untuk PR anaknya. Saya tahu benar kakak saya cukup pintar untuk mengajari anaknya mengerjakan PR, apalagi anaknya masih SD, rasanya aneh sekali sampai kakak saya harus bertanya kepada saya. Dan, betapa kagetnya saya ketika melihat PR anak kelas V SD begitu susahnya, wajar jika kakak saya pun bertanya pada saya. Tidak tanggung-tanggung PR keponakan saya itu, PR nya adalah mengisi sebuah perjanjian jual beli rumah!

PR Tematik SD Kelas V
Kata kakak saya ini adalah mata pelajaran tematik. Mata pelajaran tematik ini membahas materi sesuai dengan tema saat itu. Di dalamnya bisa menyangkut bahasa, ilmu pengetahuan, matematika dan pelajaran yang lainnya yang masih terkait dengan tema saat itu. Oke, saya tidak ada masalah jika dari tematik ini murid akan mendapat pengetahuan yang lebih, berpikir luas dan kreatif, tapi yang tidak masuk akal saya adalah tema pelajaran apa saat itu sampai siswa kelas V SD sampai harus membuat perjanjian? Bahkan, yang kuliah hukum saja baru dapat materi membuat surat perjanjian di semester III setelah lulus hukum perdata.

Pun, secara hukum anak kelas V SD yang rata-rata berumur 9 tahun belum cakap membuat perjanjian. Saya menerka-nerka apa tema pelajarannya saat itu sampai harus membuat perjanjian. Tentang transaksi kah? apa iya belajar bertransaski dengan contoh menjual rumah. Tentang bagaimana memenuhi hak dan kewajiban kah? Tentang bagaimana jika harus berjanji harus ditepati? Tentang hukum perdata? Masak sampai harus membuat perjanjian. 

Tetap tidak masuk akal bagi saya ketika anak umur 9 tahun dipaksa berpikir keras mengerjakan pekerjaan yang orang dewasa pun belum tentu bisa. Belajar itu harus menyenangkan, jangan sampai anak pada akhirnya takut berangkat ke sekolah atau sakit hanya gara-gara terlalu berpikir keras bagaimana menyelesaikan tugas. Penyampaian materi dengan contoh sederhana dan baik pun hasil nya menurut saya akan sama baiknya atau bahkan lebih baik ketimbang memberikan contoh yang terlalu rumit demi gengsi bisa lebih semata. Menurut saya pemahaman nilai dari sebuah tema itu  lebih penting ketimbang sekedar hasil bisa membuat apa saja tema itu.

Saya rasa, yang seperti ini perlu dikaji oleh pemerintah selaku pembuat kebijakan. Jadikan murid sebagai subjek yang turut serta memperbaiki kualitas pendidikan bangsa ini, bukan sekedar menjadi objek yang dikejar target pertumbuhan diatas angka semata.

Rabu, 12 November 2014

KEDIRI

Stasiun Besar Kediri
Stasiun Kediri terletak ditengah kota Kediri. Tidak jauh dari stasiun bagi Anda yang sedang berplesiran ke Kediri bisa menemukan banyak tempat menarik di sekitar staiun ini. Jalan beberapa meter saja dari Stasiun Kediri, kalian akan menemukan area perbelanjaan terkenal di Kota Kediri, Jalan Dhoho. Ya, Jalan Dhoho terkenal karena di sepanjang jalan ini berjajar toko-toko baju, sepatu, tas, makanan dan masih banyak lainnya. Tidak hanya menawarkan pedagang toko, di area sepanjang trotoar jika malam hari banyak pula ditemukan penjual lesehan.

Tidak jauh dari Jalan Dhoho, jika kalian berjalan lurus menuju arah selatan maka akan kalian lihat bangunan Klenteng Tjoe Hwie Kiong, alun-alun kota Kediri dan Masjid Agung kota Kediri. Namun, jika dari Jalan Dhoho kalian berjalan menuju barat, maka kalian akan temukan obyek wisata alam, yang terdekat dari stasiun adalah Sungai Brantas. Biasanya, di hari-hari besar perayaan, pinggiran sungai Brantas sering dijadikan tempat pertunjukan. Bagi yang hobi sekali dengan shopping saya sarankan dari Jalan Dhoho berjalanlah ke arah utara, karena pilihan lokasi berbelanja akan semakin banyak tersedia. Dan, apabila memutuskan untuk berjalan ke arah selatan dari Jalan Dhoho artinya menuju rumah saya,hehe.. Masih banyak lagi tempat wisata menarik di kota Kediri maupun di Kabupatennya, tapi yang saya tulis ini hanya yang paling dekat saja dari stasiun Kediri dan bisa dijangkau dengan jalan kaki.

Kota Kediri ini adalah kota Kecil, obyek wisata alam yang disuguhkannya tidaklah banyak. Namun jangan salah, Kediri punya banyak tempat yang menyimpan sejarah lahirnya bangsa ini. Kediri punya keistimewaan salah satunya adalah karena sejarahnya. Bagi kalian yang senang membaca sejarah Nusantara  pasti tahu persis bagaimana Kediri di masa lalu.

Bagaimana cara datang ke Kediri ?

Jika kalian dari Surabaya, ada dua alternatif kendaraan umum yang bisa dijadikan pilihan. Yang pertama bisa dengan menggunakan angkutan masal kereta Api. Kalian bisa naik kereta Rapih Dhoho. Dalam sehari ada empat kali jadwal Rapih Dhoho dari Surabaya - Blitar PP yang singgah di Stasiun Kediri. Biayanya sangat murah meriah, hanya Rp. 5.500 saja tapi kalian harus sangat sabar jika menggunakan angkutan kereta api. Selain sering kehabisan tiket saat pembelian tiket di Hari H, naik kereta api itu sungguh sangat lama. Dari lintasan rel sepanjang 112 km jarak Kediri-Surabaya ditempuh dengan waktu sekitar 4 jam.

Untuk alternatif kedua, kalian bisa menggunakan bus jurusan Surabaya - Trenggalek dan turun di Kota Kediri. Tarif  bis ekonominya Rp 18.000,- sedangkan untuk bus PATAS Rp 35.000,-. Ketersediaan armada bus ini sewaktu-waktu ada, tapi setiap akhir pekan dan menjelang libur panjang penumpang bus akan sangat banyak dan membuat suasana naik bus menjadi kurang nyaman.

Jadi, sudah tertarik untuk berwisata kota di Kediri? Selamat berkunjung :D


Kamis, 30 Oktober 2014

Tik.. Tok..

Ada yang pernah mendengarkan bunyi jarum jam berdetak, tik tok.. tik tok.. bunyinya dua dan tidak pernah sama “tik” dan “tok”. Walaupun keduanya tidak pernah berbunyi bersamaan tapi bunyi itu selalu bergantian sabar, selaras dan seirama. Teratur dan tertib membuat yang mendengarkan dan melihatnya yakin kalau waktu masih terus berputar dan jarum jam itu akan selalu menunjukkan di waktu mana kita, apa yang harus kita lakukan dan apa yang harus kita dapatkan...

Membaca headline sejumlah media cetak dan online hari ini cukup membuat hati merasa kesal dan sedih. Menurut berita sekarang di gedung perwakilan rakyat masih ribut masalah posisi kepemimpinan. Fenomena apa ini? Lucu sekaligus bikin kesal bacanya. Mereka itu tanggal 9 April 2014 yang lalu dipilih oleh seluruh Warga Negara Indonesia yang sudah memenuhi syarat dan sukarela menggunakan hak pilihnya untuk mengantarkan ke kursi Dewan Yang Terhormat. Nah lho, apa yang terjadi sekarang? baru beberapa minggu dilantik sudah bikin geger. Rupanya mereka yang sudah diantarkan itu tidak cukup bijak dan dewasa untuk mengatur diri sendiri di “rumah”nya. Mau duduk dimana saja pake acara rebutan. Padahal mau duduk sebagai Pimpinan pun mereka ya tetap tidak lebih sebagai perwakilan rakyat saja. Masih bagus perwakilan itu disebut Dewan yang Terhormat, lah yang diwakili apa disebutnya? Disebutnya tetap rakyat, kaum, tetap kecil kan?.
Kalau Almarhum Gusdur bilang anggota DPR itu kayak anak TK rasanya anak TK juga masih bagus, setidaknya mereka itu memiliki rasa saling yang positif. Saling berbagi yang baik. Kalau sekarang lihat mereka saling menyerang satu sama lain, jadi sama saja. Semua pihaknya sama, sama-sama haus kekuasaan. Apa yang mereka perjuangkan selain kepentingan politiknya sendiri? Apa yang mereka pertahankan selain ke-arogansianya sendiri? Kalau mereka saja tidak saling percaya satu sama lain, lalu bagaimana masyarakat percaya mereka? Biar masyrakat sendiri yang menilai katanya, nah kalau kayak begini berantem rebutan posisi, mau minta penilaian seperti apa?

Masalah di DPR bukan masalah bangsa, itu hanyalah masalah kelompok elit yang tidak berkebangsaan dan lupa etikanya. Karena bangsa ini adalah bangsa yang besar karena nilai luhurnya. Yang adalah bangsa ini pastinya adalah yang berperilaku seperti apa yang diajarkan dalam nilai kebangsaan. Seperti yang digambarkan dalam Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Saling menghormati, menghargai dan mengedepankan musyawarah. Semua demi tujuan keadilan sosial, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Tapi kalau masalahnya di DPR sampai ada rebutan kekuasaan dan bikin tandingan segala itu seperti apa ya? Apa yang mereka khawatirkan selain posisinya dan kelompoknya?, adakah kepentingan rakyat didalamnya? adakah kepentingan bangsa yang benar-benar bangsa Indonesia? Ah, tunggu dulu kita lihat drama gedung pura-pura eh kura-kura maksudnya, sampai lima tahun kedepan. Kita lihat seberapa responsif dan gigih mereka memperjuangkan hak-hak rakyat, apakah sama gigihnya seperti sekarang ini. Adakah nanti yang sampai menggulingkan meja demi memperjuangkan agar anak terlantar dan fakir miskin benar-benar dipelihara negara.

Dibandingkan segera bekerja dan mulai putar otak untuk memperbaiki nasib bangsa serta membuat undang-undang yang berkualitas rasanya anggota dewan sekarang ini masih sangat asyik memainkan peran watak mereka. Coba saja kalau Bung Karno dan Bung Hatta masih hidup dan menyaksikan kisruhnya politik di DPR saat ini, seperti apa rekasinya. Mungkin Pak Karno akan bilang “Kill them all !” sambil mengacungkan jari telunjuknya ke muka para anggota Dewan itu. Hahaha, just imagine...

Itu karena mereka tidak mampu melepaskan baju partainya ketika sudah duduk di DPR. Mereka harusnya sadar tanpa masyarakat yang memilih tidak mungkin mereka ada disana. Parpol hanya sarana, kepentingan rakyatlah tujuanya. Jangan sampai karena mempertahankan sebuah sarana sampai mengorbankan tujuan. Manuel L Quezon, Presiden Persemakmuran Filipina (1935-1944) pernah mengatakan: “My loyalty to my party ends when my loyalty to my country begins.“  Harusnya mantra sakti ini dibaca, dihafal dan diamalkan Anggota Dewan. Sudahlah Pak, Bu yang duduk di Singgasana Dewan, sudahi kemelut kalian. Tanggalkan warna baju kalian dan duduklah bersama atas nama bangsa Indonesia. Atas nama kepentingan bangsa Indonesia dan gantian antarkan kami menuju sejahtera.


Kalau pun dua kubu tetap tak mau meninggalkan warnanya, setidaknya mereka berjalan seperti jarum jam “tik” dan “tok” yang walapun tak berjalan beriringan tapi bunyi saling mengisi. Membuat suatu jaminan pada akhirnya akan mengantarkan kita pada suatu massa kedapan bukan kebelakang.

Senin, 27 Oktober 2014

Postingan Pertama dan Sumpah Pemudiku

28 Oktober 2014

Selamat hari Sumpah Pemuda, heii kalian Pemuda dan Pemudi Indonesia.. Semangat berkreasi dan berkarya.

Sekitar tujuh tahun yang lalu, saya masih ingat betul ketika bangun subuh dan mulai bersiap berangkat ke sekolah. Hawa dingin membuat saya malas mandi dan menyentuh air. Saya duduk di dekat tungku api sembari menghangatkan badan dan menunggu air panas untuk mandi. Sayup-sayup mulai terdengar suara radio tetangga,  "Bangun pemudi pemuda, Indonesia,," lagunya saat itu membuat suasana menjadi khusyuk, antara langit yang masih gelap, dingin dan api di tungku yang menyala merah membakar kayu di dalamnya. Sejenak saya hayati lagunya, syahdu sekali walaupun tidak juga membuat saya bangkit mengguyur badan dengan air pagi itu. Rasanya pas sekali lagu itu mengajak bangun, minimal untuk bangun pagi para pemuda pemudi terutama yang mau berangkat sekolah, hehe. Sayangnya, lagu-lagu seperti itu sekarang ini jarang diperdengarkan, mungkin kalah komersil dengan lagu pop, rock, RnB atau lagu-lagu mainstream lainnya. Kalaupun masih ada pasti terbatas hanya pada jam-jam tertentu dan saluran radio atau tv tertentu. Saat itu pun saya berpikir, siapa yang mendengarkan lagu itu di jam subuh, sayang sekali.

Lagu bangun pemudi pemuda saat itu memang tidak mampu membuat saya segera bangkit mandi, tapi sampai saat ini saya mengingat momen mendengarkan lagu itu sangat inspiratif untuk sekedar diceritakan dan dibuat menjadi bahan menulis. Karena, momen mendengarkan lagu itu dengan suasana -yang saat itu- menurut saya mendukung membuat saya bangga menjadi pemudi Indonesia. Entah kenapa rasa nasionalis itu tiba-tiba ada hanya karena mendengarkan lagu dengan khusyuk. Efek bangun tidur mungkin ya..

Dan setelah tujuh tahun berlalu, momen itu yang terpilih untuk menjadi artikel pertama saya mengisi blog ini. Sederhana memang, tapi semoga menjadi komitmen awal untuk menulis. Membaca dan menulis adalah bekal dan salah satu bentuk berkarya.

Terimkasih, telah membaca artikel ini dan ayo mulai menulis :)