Kamis, 13 November 2014

Subjek Yang Tidak Boleh Menjadi Objek

Pendidikan adalah untuk memanusiakan manusia. Seorang yang terdidik dengan benar mampu menempatkan dirinya ditengah-tengah masyarakat dengan baik. Beruntung manusia zaman sekarang ini tidak punya banyak batasan sebanyak zaman dulu untuk bisa mengenyam bangku pendidikan. Bahkan, pendidikan diatur dalam konstitusi menjadi suatu hak rakyat dan kewajiban bagi negara untuk tidak sekedar menyelenggarakan tapi juga memberikan kepada rakyat, tanpa kecuali. Namun, jika fakta yang terjadi belum seperti itu kita harap ini hanya masalah waktu saja.

Memberikan pendidikan yang baik, bukanlah perkara mudah. Mendidik sama sekali berbeda dengan mengajar. Mengajar hanyalah masalah menyampaikan ilmu dan selesai, sedangkan mendidik berarti pendidik punya keterikatan moral kepada anak didik. Guru sebelum menjadi pendidik adalah sebuah profesi, yang artinya dia wajib taat dengan kebijakan yang dibuat oleh tempat dimana ia bekerja. Dalam hal ini kebijakan bagaimana profesi guru dituntut untuk menjadi pendidik adalah dengan panduan kurikulum. Kurikulum tentunya selain berisi sebuah metode, cara, proses atau teknis mendidik juga punya suatu tujuan. Tapi, apa yang harus diwujudkan dari semua tujuan itu? tidak lain dan tidak bukan adalah murid, yang secara sederhana pencapaian itu disebut murid pandai. Maka bisa jadi salah sebuah kurikulum itu jika menempatkan murid adalah sekedar sebagai objek dari tujuan itu.

Yang terbaru dan menjadi perdebatan hangan akhir-akhir ini adalah mengenai kurikulum 2013 yang menuai banyak pro dan kontra. Saya pun kurang memahami apa yang dimuat dalam kurikulum itu, hanya mendengar dari banyak media massa bahwa ada banyak penolakan terkait penerapan kurikulum itu. Sampai, hari Rabu kemarin saya mendapat pesan dari kakak saya yang ingin menanyakan jawaban untuk PR anaknya. Saya tahu benar kakak saya cukup pintar untuk mengajari anaknya mengerjakan PR, apalagi anaknya masih SD, rasanya aneh sekali sampai kakak saya harus bertanya kepada saya. Dan, betapa kagetnya saya ketika melihat PR anak kelas V SD begitu susahnya, wajar jika kakak saya pun bertanya pada saya. Tidak tanggung-tanggung PR keponakan saya itu, PR nya adalah mengisi sebuah perjanjian jual beli rumah!

PR Tematik SD Kelas V
Kata kakak saya ini adalah mata pelajaran tematik. Mata pelajaran tematik ini membahas materi sesuai dengan tema saat itu. Di dalamnya bisa menyangkut bahasa, ilmu pengetahuan, matematika dan pelajaran yang lainnya yang masih terkait dengan tema saat itu. Oke, saya tidak ada masalah jika dari tematik ini murid akan mendapat pengetahuan yang lebih, berpikir luas dan kreatif, tapi yang tidak masuk akal saya adalah tema pelajaran apa saat itu sampai siswa kelas V SD sampai harus membuat perjanjian? Bahkan, yang kuliah hukum saja baru dapat materi membuat surat perjanjian di semester III setelah lulus hukum perdata.

Pun, secara hukum anak kelas V SD yang rata-rata berumur 9 tahun belum cakap membuat perjanjian. Saya menerka-nerka apa tema pelajarannya saat itu sampai harus membuat perjanjian. Tentang transaksi kah? apa iya belajar bertransaski dengan contoh menjual rumah. Tentang bagaimana memenuhi hak dan kewajiban kah? Tentang bagaimana jika harus berjanji harus ditepati? Tentang hukum perdata? Masak sampai harus membuat perjanjian. 

Tetap tidak masuk akal bagi saya ketika anak umur 9 tahun dipaksa berpikir keras mengerjakan pekerjaan yang orang dewasa pun belum tentu bisa. Belajar itu harus menyenangkan, jangan sampai anak pada akhirnya takut berangkat ke sekolah atau sakit hanya gara-gara terlalu berpikir keras bagaimana menyelesaikan tugas. Penyampaian materi dengan contoh sederhana dan baik pun hasil nya menurut saya akan sama baiknya atau bahkan lebih baik ketimbang memberikan contoh yang terlalu rumit demi gengsi bisa lebih semata. Menurut saya pemahaman nilai dari sebuah tema itu  lebih penting ketimbang sekedar hasil bisa membuat apa saja tema itu.

Saya rasa, yang seperti ini perlu dikaji oleh pemerintah selaku pembuat kebijakan. Jadikan murid sebagai subjek yang turut serta memperbaiki kualitas pendidikan bangsa ini, bukan sekedar menjadi objek yang dikejar target pertumbuhan diatas angka semata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar