Ada yang pernah mendengarkan
bunyi jarum jam berdetak, tik tok.. tik tok.. bunyinya dua dan tidak pernah
sama “tik” dan “tok”. Walaupun keduanya tidak pernah berbunyi bersamaan tapi
bunyi itu selalu bergantian sabar, selaras dan seirama. Teratur dan tertib
membuat yang mendengarkan dan melihatnya yakin kalau waktu masih terus berputar
dan jarum jam itu akan selalu menunjukkan di waktu mana kita, apa yang harus
kita lakukan dan apa yang harus kita dapatkan...
Membaca headline sejumlah media cetak dan online hari ini cukup membuat
hati merasa kesal dan sedih. Menurut berita sekarang di gedung perwakilan
rakyat masih ribut masalah posisi kepemimpinan. Fenomena apa ini? Lucu sekaligus
bikin kesal bacanya. Mereka itu tanggal 9 April 2014 yang lalu dipilih oleh
seluruh Warga Negara Indonesia yang sudah memenuhi syarat dan sukarela
menggunakan hak pilihnya untuk mengantarkan ke kursi Dewan Yang Terhormat. Nah
lho, apa yang terjadi sekarang? baru beberapa minggu dilantik sudah bikin
geger. Rupanya mereka yang sudah diantarkan itu tidak cukup bijak dan dewasa
untuk mengatur diri sendiri di “rumah”nya. Mau duduk dimana saja pake acara rebutan. Padahal mau duduk
sebagai Pimpinan pun mereka ya tetap tidak lebih sebagai perwakilan rakyat
saja. Masih bagus perwakilan itu disebut Dewan yang Terhormat, lah yang
diwakili apa disebutnya? Disebutnya tetap rakyat, kaum, tetap kecil kan?.
Kalau Almarhum Gusdur bilang anggota DPR itu kayak anak TK rasanya anak TK juga masih
bagus, setidaknya mereka itu memiliki rasa saling yang positif. Saling berbagi
yang baik. Kalau sekarang lihat mereka saling menyerang satu sama lain, jadi
sama saja. Semua pihaknya sama, sama-sama haus kekuasaan. Apa yang mereka
perjuangkan selain kepentingan politiknya sendiri? Apa yang mereka pertahankan
selain ke-arogansianya sendiri? Kalau mereka saja tidak saling percaya satu
sama lain, lalu bagaimana masyarakat percaya mereka? Biar masyrakat sendiri
yang menilai katanya, nah kalau kayak begini berantem rebutan posisi, mau minta penilaian seperti apa?
Masalah di DPR bukan masalah
bangsa, itu hanyalah masalah kelompok elit yang tidak berkebangsaan dan lupa
etikanya. Karena bangsa ini adalah bangsa yang besar karena nilai luhurnya. Yang
adalah bangsa ini pastinya adalah yang berperilaku seperti apa yang diajarkan
dalam nilai kebangsaan. Seperti yang digambarkan dalam Pancasila dan Bhineka
Tunggal Ika. Saling menghormati, menghargai dan mengedepankan musyawarah. Semua
demi tujuan keadilan sosial, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Tapi
kalau masalahnya di DPR sampai ada rebutan kekuasaan dan bikin tandingan segala itu seperti apa ya? Apa yang mereka
khawatirkan selain posisinya dan kelompoknya?, adakah kepentingan rakyat didalamnya?
adakah kepentingan bangsa yang benar-benar bangsa Indonesia? Ah, tunggu dulu
kita lihat drama gedung pura-pura eh kura-kura maksudnya, sampai lima tahun
kedepan. Kita lihat seberapa responsif dan gigih mereka memperjuangkan hak-hak
rakyat, apakah sama gigihnya seperti sekarang ini. Adakah nanti yang sampai
menggulingkan meja demi memperjuangkan agar anak terlantar dan fakir miskin
benar-benar dipelihara negara.
Dibandingkan segera bekerja dan
mulai putar otak untuk memperbaiki nasib bangsa serta membuat undang-undang
yang berkualitas rasanya anggota dewan sekarang ini masih sangat asyik
memainkan peran watak mereka. Coba saja kalau Bung Karno dan Bung Hatta masih
hidup dan menyaksikan kisruhnya politik di DPR saat ini, seperti apa rekasinya.
Mungkin Pak Karno akan bilang “Kill them
all !” sambil mengacungkan jari telunjuknya ke muka para anggota Dewan itu.
Hahaha, just imagine...
Itu karena mereka tidak mampu
melepaskan baju partainya ketika sudah duduk di DPR. Mereka harusnya sadar
tanpa masyarakat yang memilih tidak mungkin mereka ada disana. Parpol hanya
sarana, kepentingan rakyatlah tujuanya. Jangan sampai karena mempertahankan
sebuah sarana sampai mengorbankan tujuan. Manuel L Quezon, Presiden
Persemakmuran Filipina (1935-1944) pernah mengatakan: “My loyalty to my
party ends when my loyalty to my country begins.“ Harusnya mantra sakti ini dibaca, dihafal dan
diamalkan Anggota Dewan. Sudahlah Pak, Bu yang duduk di Singgasana Dewan,
sudahi kemelut kalian. Tanggalkan warna baju kalian dan duduklah bersama atas
nama bangsa Indonesia. Atas nama kepentingan bangsa Indonesia dan gantian
antarkan kami menuju sejahtera.
Kalau pun dua kubu tetap tak mau
meninggalkan warnanya, setidaknya mereka berjalan seperti jarum jam “tik” dan “tok”
yang walapun tak berjalan beriringan tapi bunyi saling mengisi. Membuat suatu
jaminan pada akhirnya akan mengantarkan kita pada suatu massa kedapan bukan
kebelakang.